Prolog :
Sesungguhnya perkara yang diperintahkan dalam syariat kita adalah memakmurkan masjid bukan membangun meninggikan dan membangun bangunan di atas kuburan. Justru memakmurkan kuburan dengan beribadah di kuburan merupakan adat kebiasaan Ahlul Kitab (yahudi dan nasoro) yang kita diperintahkan untuk menyelisihi tata cara ibadah mereka.
مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ (١٧)إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (١٨)
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS At-Taubah : 17-18)
Allah tidak menyatakan : “Hanyalah yang memakmurkan kuburan-kuburan…”
Allah juga berfirman :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ (٣٦)رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (٣٧)
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS An-Nuur : 36-37)
Dan telah sangat jelas dalam syari’at Islam -bahkan orang awam dari kaum musliminpun mengetahui- bahwasanya Rasulullah mensyari’atkan umatnya untuk memakmurkan masjid, berkumpul secara berjama’ah untuk melaksanakan sholat lima waktu di dalam masjid, karenanya Nabi memotivasi umatnya untuk membangun masjid. Kalau seandainya meninggikan kuburan dan membangun bangunan di atasnya disyari’atkan tentunya akan ada satu hadits shahih saja yang memotivasi umat Islam untuk melakukannya…
Dan sangat jelas dalam syari’at Islam bahwasanya Nabi tidak pernah mensyari’atkan untuk membangun bangunan di atas kuburan para nabi apalagi kuburan orang-orang sholeh dari umatnya, baik orang sholeh tersebut dari Ahlul Bait ataupun dari selain mereka. Karenanya menjadikan bangunan di atas kuburan sama sekali bukanlah termasuk dalam syari’at islam, karena pernyataan bahwasanya hal ini termasuk agama membutuhkan dalil…dan ternyata hal ini malah bertentangan dengan dalil yang begitu banyak. Bahkan dalil-dalil menunjukkan akan peringatan yang sangat keras terhadap orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.
Sesungguhnya dalil-dalil tersebut sangatlah banyak dan diriwayatkan oleh banyak sahabat. Akan tetapi saya akan menyebutkan sebagiannya saja. Diantaranya adalah :
Hadits pertama :
عن عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيْهِ : لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا. قَالَتْ وَلَوْلاَ ذَلِكَ لَأَبْرَزُوْا قَبْرَهُ غَيْرَ أَنِّي أَخْشَى أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
Dari Aisyah radhiallah ‘anhaa bahwasanya tatkala Rasulullah sakit yang dimana beliau meninggal pada sakit tersebut maka beliau bersabda : “Allah melaknat orang-orang yahudi dan nasrani, (karena) mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid”
Aisyah berkata : “Kalau bukan karena hal ini tentu mereka (para sahabat) akan mengeluarkan kuburan Nabi (dari rumah Aisyah-pen) hanya saja aku khawatir kuburan Nabi dijadikan masjid” (HR Al-Bukhari no 1130 dan Muslim no 529)
Hadits kedua :
عَنْ جُنُدُب قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوْتَ بِخَمْسٍ … أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Dari Jundub (bin Abdillah Al-Bajali) berkata : Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallah , beliau berkata : “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian mereka menjadikan kuburan-kuburan nabi-nabi mereka dan kuburan orang-orang sholeh mereka sebagai masjid-masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu” (HR Muslim no 532)
Hadits ketiga :
أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالاَ لَمَّا نُزِلَ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيْصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ : لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوْا
Bahwasanya Aisyah dan Abdullah bin Abbas berkata : Tatkala ajal menjemput Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau menjadikan sebuah kain (yang terbuat dari bulu domba-pen) di atas wajah beliau (karena demam yang beliau rasakan-pen), jika beliau merasa sesak maka beliaupun membuka kain tersebut dari wajahnya, –dan beliau dalam kondisi demikian-lalu beliau berkata : “Laknat Allah kepada orang-orang yahudi dan nasoro, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid“, Nabi memperingatkan dari perbuatan yang mereka lakukan. (HR Al-Bukhari no 436 dan Muslim no 531)
Lihatlah… meskipun Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berhadapan dengan sakit yang sangat parah bahkan menjelang wafat beliau, terlebih-lebih beliau dalam kondisi sakit keras…namun beliau tetap memperingatkan akan bahaya menjadikan kuburan sebagai masjid, hal ini tidak lain karena bahayanya perkara ini yang merupakan sarana yang bisa mengantarkan kepada kesyirikan.… bahkan peringatan ini beliau sampaikan kepada para sahabat yang masih segar tauhid mereka dan jauhnya mereka dari kesyirikan??. Dan kita tahu bersama bahwasanya seseorang tatkala sakit keras atau akan meninggal maka ia benar-benar akan menyampaikan perkara yang terpenting menurutnya.
Dan perlu diperhatikan pula bahwa para shahabat yang meriwayatkan kejadian ini menghubungkan dengan wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seakan-akan mereka ingin mengatakan hukum seperti ini adalah hukum yang terakhir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena beliau setelah itu wafat dan tidak ada perubahan hukum setelah itu.
Hadits keempat :
أَنَّ أُمَّ حَبِيْبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيْسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيْهَا تَصَاوِيْرُ فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيْهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُوْلَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan tentang sebuah gereja yang mereka berdua lihat di negeri Habasyah, pada gereja tersebut ada gambar-gambar, maka mereka berduapun menceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi berkata : “Sesungguhnya mereka itu jika ada seorang yang sholeh di antara mereka lalu orang sholeh tersebut meninggal maka mereka membangun di atas kuburannya masjid, lalu mereka menggambar gambar-gambar tersebut pada masjid tersebut, maka mereka adalah orang-orang yang terburuk di sisi Allah pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari no 427 dan Muslim no 528)
Hadits kelima :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : قَاتَلَ اللهُ الْيَهُوْدَ اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Dari Abu Huroiroh bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah memerangi orang-orang yahudi, mereka telah menjadikan kuburan-kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid”(HR Al-Bukhari no 437 dan Muslim no 530)
Hadits keenam:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْن ِمَسْعُوْدٍ قالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقوْلُ:«إنّ مِنْ شِرَارِ الناس، مَنْ تدْرِكهُمُ السّاعَة ُ وَهُمْ أَحْياءٌ ، وَمَنْ يَتَّخِذُ القبوْرَ مَسَاجِد»
Dari Abdullah bin Mas’uud berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Sesungguhnya diantara orang-orang yang paling buruk adalah orang-orang yang menjumpai hari kiamat dan mereka dalam keadaan hidup, dan orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid” (HR Ahmad no 3844 dan Ibnu Hibban dalam shahihnya no 2325)
Hadits ketujuh :
عَن ِابْن ِعَباس قالَ:«لعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زُوّارَاتِ القبوْرِ، وَالمتَّخِذِينَ عَليْهَا المسَاجِدَ وَالسُّرُج»
Dari Ibnu Abbas berkata : “Rasulullah melaknat para wanita yang meziarahi kuburan dan orang-orang yang menjadikan di atas kuburan-kuburan masjid-masjid dan lampu-lampu” (HR Ahmad no 2030, Abu dawud no 3236, At-Thirmidzi no 320, An-Nasaai no 2034, Ibnu Maajah no 1575, dan dan Ibnu Hibban dalam shahinya no 3179 dan 3180
Hadits kedelapan :
عَن ِ ابْن ِعُمَرَ قالَ:قالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «اِجْعَلوْا مِنْ صَلاتِكمْ فِي بُيوْتِكمْ ، وَلا تتَّخِذُوْهَا قبوْرًا»
Dari Ibnu Umar berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jadikanlah sebagian sholat kalian di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan” (HR Al-Bukhari no 432 dan 1187 dan Muslim no 777)
Hadits kesembilan : .
عَنْ أَبي مَرْثدٍ الغنوِيِّ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ أَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قالَ:«لا تُصَلُّوْا إلىَ القبوْرِ ، وَلاَ تجْلِسُوْا عَليْهَا».
Dari Abu Martsad Al-Gonawi radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian sholat ke (arah) kuburan dan janganlah kalian duduk di atasnya” (HR Muslim no 972)
Hadits kesepuluh :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْن ِعَمْرٍو رَضِيَ الله ُعَنْهُمَا قالَ:«نهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَن ِ الصَّلاةِ فِي المقبرَة»
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhumaa berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sholat di kuburan” (HR Ibnu Hibbaan di shahihnya no 2319)
Hadits kesebelas :
وَعَنْ أَبي سَعِيْدٍ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ أَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قالَ:«الأَرْضُ كلهَا مَسْجِدٌ ، إلا َّ المقبَرَة َ وَالحمّام»
Dari Abu Sa’iid radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bumi seluruhnya masjid, kecuali kuburan dan kamar mandi” (HR Ahmad no 11784, At-Thirmidzi no 317, Ibnu Majah 745 dan Ibnu Hibban dlm shahihnya no 1699)
Hadits kedua belas :
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِي قَالَ : قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ : أَلاَ أَبَعْثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ : أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaaj Al-Asadi berkata, “Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku : “Maukah aku mengutusmu di atas tugas yang Rasulullah mengutusku?, janganlah engkau biarkan sebuah patungpun kecuali kau hilangkan dan tidak sebuah kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan” (HR Muslim 969)
Hadits ketiga belas :
عَنْ أَبي هُرَيْرَة َ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ عَن ِالنَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :«اللهُمَّ لا تَجْعَلْ قبْرِي وَثنَا ، لعنَ الله ُ قوْمًا اتخذُوْا قبوْرَ أَنبيَائِهمْ مَسَاجِد».
Dari Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah janganlah Engkau menjadikan kuburanku berhala, Allah telah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid” (HR Ahmad no 7358)
Hadits keempat belas :
عَنْ أبي هريرة رَضِيَ الله ُعَنْهُ قالَ : قالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :«لا تَجْعَلوْا بُيوْتكمْ قبوْرًا ، وَلا تَجْعَلوْا قبْرِي عِيْدًا ، وَصَلوْا عَليَّ فإنَّ صَلاتَكمْ تبْلغُنِي حَيْثُ كنْتُمْ»
Dari Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied, dan bersholawatlah kalian kepadaku, sesungguhnya sholawat kalian sampai kepadaku dimanapun kalian berada” (HR Ahmad no 8804 dan Abu Dawud no 2042)
Demikianlah beberapa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh banyak sahabat dengan lafal-lafal yang bervariasi yang semuanya menunjukan dilarangnya menjadikan kuburan sebagai masjid dan tempat sholat.
Demikian pula para sahabat –radhiallahu ‘anhum-, tidak seorangpun dari mereka yang memotivasi untuk menjadikan kuburan sebagai masjid.
Karenanya tidak ada sama sekali kuburan yang ditinggikan di zaman para sahabat. Adapun bangunan-bangunan yang dibangun di atas kuburan-kuburan para nabi atau kaum sholihin dari kalangan Ahlul Bait maka seluruhnya merupakan perkara yang baru, bid’ah yang diada-adakan, yang muncul setelah beralalunya zaman para sahabat. Tidak ada kuburan yang ditinggikan di zaman Abu Bakar, Umar, dan Utsaman radhiallahu ‘anhu. Apalagi di zaman Ali…sementara Ali radhiallahu ‘anhu dialah yang diutus Nabi untuk meratakan kuburan-kuburan yang tinggi??!!
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِي قَالَ : قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ : أَلاَ أَبَعْثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ : أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaaj Al-Asadi berkata, “Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku : “Maukah aku mengutusmu di atas tugas yang Rasulullah mengutusku?, janganlah engkau membiarkan sebuah patungpun kecuali kau hilangkan dan tidak sebuah kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan” (HR Muslim 969)
Inilah yang telah dilakukan oleh habiibunaa Ali bin Abi Thoolib radhiallahu ‘anhu atas perintah Habiibunaa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tentunya yang paling berhak untuk menjalankan perintah nenek moyang para habiib adalah para habib itu senidiri…!!!, bukan malah para habib zaman sekarang justru menentang wasiat dan perintah nenek moyang mereka…!!!
Bahkan pola ibadah dengan meninggikan kuburan-kuburan serta memakmurkannya tidak terdapat di zaman Tabi’iin…!!!. Pola beribadah seperti ini munculnya belakangan dan dihidupkan oleh orang-orang syi’ah para pemakmur kuburan..!!
Dan saya telah menukil bagaimana pendapat Umar bin Al-Khottoob dan Anas bin Malik tentang sholat di kuburan. (silahkan lihat kembali : https://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/184-habib-munzir-berdusta-atas-nama-imam-ibnu-hajar)
Demikian juga perkataan Aisyah dalam hadits (pertama) di atas :
وَلَوْلاَ ذَلِكَ لَأَبْرَزُوْا قَبْرَهُ غَيْرَ أَنِّي أَخْشَى أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
“Kalau bukan karena hal ini tentu mereka (para sahabat) akan mengeluarkan kuburan Nabi (dari rumah Aisyah-pen) hanya saja aku khawatir kuburan Nabi dijadikan masjid” (HR Al-Bukhari no 1130 dan Muslim no 529)
ARTI MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI MASJID
Telah jelas hadits-hadits di atas yang melarang menjadikan kuburan sebagai masjid.
Dan menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup tiga makna :
(1) sholat di atas kuburan (yaitu dengan sujud di atas kuburan),
(2) sholat ke arah kuburan, dan
(3) membangun bangunan di atas kuburan untuk di jadikan tempat sholat
Adapun makna (1) dan (2) maka sangatlah jelas ditunjukan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
:«لا تُصَلُّوْا إلىَ القبوْرِ».
“Janganlah kalian sholat ke (arah) kuburan” (HR Muslim no 972, lihat kembali hadits kesembilan di atas)
Dan dalam hadits yang lain :
«نهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَن ِ الصَّلاةِ فِي المقبرَة»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sholat di kuburan” (HR Ibnu Hibbaan di shahihnya no 2319, lihat kembali hadits kesepuluh di atas)
Ibnu Hajar Al-Asqolaaniy As-Syafi’i berkata :
“Perkataan Imam Al-Bukhari ((Dan dibencinya sholat di kuburan)), maka mencakup jika sholat dilakukan (*1) di atas kubur atau (*2) ke arah kubur atau (*3) di antara dua kubur. Dan tentang hal ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan Abi Martsad Al-Ghonawi secara marfuu’ “Janganlah kalian duduk di atas kuburan, dan janganlah kalian sholat ke (arah) kuburan atau di atas kuburan” ” (Fathul Baari 1/524).
Ibnu Hajr Al-Haitami As-Syafii berkata:
“Dosa besar yang ke 93, 94, 95, 96, 97, dan 98 adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, menyalakan api (penerangan) di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai berhala, thowaf di kuburan, mengusap kuburan (*dengan maksud ibadah-pen), dan sholat ke arah kuburan” (Az-Zawaajir ‘an iqtiroof Al-Kabaair juz 1 hal 154)
Setelah Ibnu Hajr Al-Haitami As-Syafii menyebutkan hadits-hadits tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid kemudian beliau rahimahullah berkata :
“Menjadikan enam perkara ini termasuk dosa-dosa besar terdapat di perkataan sebagian ulama’ madzhab syafii. Seakan-akan dia mengambil hal ini dari hadits-hadits yang telah saya sebutkan.
Dan sisi pendalilan bahwa menjadikan kuburan sebagai masjid termasuk dosa besar sangat jelas, karena;
1. orang yang melakukannya dilaknat oleh Allah
2. dan orang yang melakukan hal ini terhadap kuburan sholihin dijadikan makhluk terburuk di sisi Allah pada hari kiamat.
Maka pada hal ini terdapat peringatan bagi kita sebagaimana dalam riwayat (hadits) : “Nabi memperingatkan dari perbuatan yang mereka lakukan” (*lihat hadits ketiga di atas-pen), yaitu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam –dengan sabdanya ini – telah memperingatkan umatnya agar tidak berbuat sebagaimana yang dilakukan (*kaum yahudi dan nashrani), yang mengakibatkan umatnya dilaknat sebagaimana mereka telah dilaknat.
Dan menjadikan kuburan sebagai masjid maknanya adalah sholat di atasnya atau ke arahnya, dan jika demikian maka sabda Nabi “Dan sholat ke arah kuburan” merupakan pengulangan, kecuali jika yang dimaksud dengan menjadikan kuburan sebagai masjid hanyalah sholat di atasnya saja.
Benar, bahwa hal ini termasuk dosa besar hanya tertuju jika yang dijadikan masjid adalah kuburan orang yang diagungi, baik seorang nabi maupun seorang wali, sebagaimana diisyaratkan (ditunjukkan) oleh riwayat hadits “Jika ada diantara mereka seorang yang sholeh” (*lihat hadits keempat di atas-pen). Dari sini berkata para sahabat kami (*yaitu para ulama besar syafi’iyah) : “Diharamkannya sholat ke arah kuburan para nabi dan para wali dalam rangka mencari barokah dan dalam rangka pengagungan”, mereka mempersyaratkan dua perkara, yaitu kuburan orang yang diagungkan dan maksudnya untuk sholat ke arahnya. Dan yang semisal hal ini adalah sholat di atas kuburan karena mencari keberkahan dan untuk pengagungan.
Dan perbuatan ini termasuk dosa besar sangat jelas dari hadits-hadits yang telah disebutkan sebagaimana engkau telah mengetahuinya. Dan seakan-akan Nabi mengqiaskan terhadap hal ini seluruh bentuk pengagungan terhadap kuburan seperti menyalakan api di atas kuburan karena mencari keberkahan atau dalam rangka pengagungan.
Dan thowaf di kuburan demikian pula, dan menjadikan thowaf di kuburan termasuk dosa besar bukanlah perkara yang jauh, terlebih lagi hadits yang baru saja disebutkan telah menjelaskan dilaknatnya orang yang menjadikan penerangan di atas kuburan. Maka perkataan para sahabat kami (*yaitu para ulama besar Syafi’iyah) tentang makruhnya hal itu pada jika perkara-perkara tersebut dilakukan bukan karena dalam rangka mencari barokah dan pengagungan terhadap penghuni kubur.
Adapun menjadikan kuburan sebagai berhala maka telah datang larangan akan hal ini dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah sepeningalku”
Yaitu janganlah kalian mengagungkannya sebagaimana (*umat) selain kalian yang mengagungkan berhala-berhala mereka dengan sujud kepadanya atau yang semisalnya.
Dan jika imam tersebut memaksudkan perkataannya “Dan menjadikan kuburan-kuburan sebagai berhala” makna ini maka benarlah perkataannya bahwa hal itu merupakan dosa besar, bahkan merupakan kekafiran jika sesuai dengan persyaratannya. Dan jika ia memaksudkan “pengagungan secara mutlak/umum yang tidak diizinkan merupakan dosa besar maka hal ini jauh (*dari kebenaran)”.
Benar bahwasanya sebagaimana ulama madzhab hambali menyatakan : Seseorang yang mengerjakan sholat di kuburan dalam rangka mencari keberkahan merupakan bentuk penentangan terhadap Allah dan RasulNya, dan merupakan bid’ah dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah karena ada larangan akan hal ini, kemudian adanya ijmak (*para ulama yang melarang hal ini), karena sesungguhnya keharaman yang sangat besar dan sebab yang sangat besar menuju kesyirikan adalah sholat di kuburan dan menjadikan kuburan sebagai masjid dan membangun masjid di atas.
Dan pendapat yang menyatakan makruh di bawakan kepada selain hal itu, karena tidaklah dipersangkakan kepada para ulama untuk membolehkan suatu perbuatan yang telah mutawatir (*sangat masyhur) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya pelakunya terlaknat. Dan wajib bersegera untuk menghancurkan bangunan di atas kuburan dan menghancurkan kubah-kubah yang berada di atas kuburan karena kubah-kubah itu lebih berbahaya daripada masjid dhiroor, karena kubah-kubah tersebut di bangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Nabi melarang hal itu dan memerintahkan untuk menghancurkan kuburan-kuburan yang tinggi. Dan wajib untuk meniadakan seluruh lampu dan penerangan di atas kuburan, dan tidak sah wakaf dan nadzar untuk menyalakan lampu dikuburan” (Az-Zawaajir ‘an iqtiroof al-Kabaair juz 1 hal 155)
Yang lebih mendukung bahwasanya tidak boleh sholat di atas kuburan atau ke arah kuburan adalah penjelasan para ulama bahwasanya kuburan bukanlah tempat sholat dan bukanlah tempat ibadah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«اِجْعَلوْا مِنْ صَلاتِكمْ فِي بُيوْتِكمْ ، وَلا تتَّخِذُوْهَا قبوْرًا»
“Jadikanlah sebagian sholat kalian di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan” (HR Al-Bukhari no 432 dan 1187 dan Muslim no 777)
Al-Imam An-Nawawi As-Syafii berkata
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Jadikanlah sebagian sholat kalian di rumah kalian dan jangan jadikan rumah kalian kuburan), maknanya ” “Sholatlah kalian di rumah kalian dan janganlah kalian menjadikannya seperti kuburan yang terjauhkan dari sholat, dan maksudnya adalah sholat sunnah, yaitu sholatlah kalian sholat sunnah di rumah kalian” (Al-Minhaaj syarh shahih Muslim 6/67)
Al-Imam Ibnu Hajr As-Syafii berkata :
“Perkataan Al-Bukhari (bab tentang dibencinya sholat di pekuburan), Al-Bukhari mengambil istimbat (hukum) dari sabda Nabi di hadits “Dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan” bahwasanya kuburan bukanlah tempat untuk beribadah, karenanya sholat di kuburan makruh. Seakan-akan Al-Bukhari memberi isyarat bahwasanya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Thirimidzi tentang hal ini tidak sesuai dengan persyaratan Al-Bukhari, yaitu hadits Abu Sa’iid Al-Khudri secara marfuu’ “Bumi seluruhnya adalah masjid kecuali pekuburan dan kamar mandi”. Para perawinya tsiqoh (terpercaya) akan tetapi diperselisihkan tentang apakah hadits ini maushul atau mursal, dan Al-Hakin dan Ibnu Hibban menghukumi shahihnya hadits ini” (Fathul Baari 1/529)
Beliau juga berkata:
“Dan Ibnul Mundzir telah menukil dari mayoritas ahli ilmu bahwasanya mereka berdalil dengan hadits ini bahwasanya kuburan bukanlah tempat sholat, dan demikian pula perkataan Al-Baghowi dalam syar As-Sunnah dan Al-Khottoobiy” (Fathul Baari 1/529)
Abdur Ro’uuf Al-Munaawi As-Syafii berkata :
( وَلاَ تَتّخِذُوْهَا قُبُوْرًا ) أَيْ كَالْقُبُوْرِ مَهْجُوْرَةٌ مِنَ الصَّلاَةِ، شَبَّهَ الْبُيُوْتَ الَّتِي لاَ يُصَلَّى فِيْهَا بِالْقُبُوْرِ وَالَّتِي تُقْبَرُ الْمَوْتَى فِيْهَا
“(Dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan) yaitu seperti kuburan yang terjauhkan dari sholat. Nabi menyamakan rumah-rumah yang tidak didirikan sholat di situ seperti kuburan-kuburan dan seperti tempat yang dikuburkan mayat di situ” (At-Taisiir bi syarh Al-Jaami’ As-Shogiir 1/72)
Beliau juga berkata :
“(Muliakanlah rumah-rumah kalian) yaitu tempat-tempat tinggal kalian yang kalian tinggali dan yang kalian bernaung padanya (dengan sebagian sholat kalian) yaitu sebagian sholat sunnah di rumah (dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan) yaitu seperti kuburan-kuburan pada sisi dimana kuburan-kuburan kosong dari sholat, dan kosong dari dzikir dan ibadah, sebagaimana kuburan yang kosong darinya” (Faidhul Qodiir 2/93-94).
Karenanya sangatlah jelas bahwa kuburan bukanlah tempat sholat. Apalagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«الأَرْضُ كلهَا مَسْجِدٌ ، إلا َّ المقبَرَة َ وَالحمّام»
“Bumi seluruhnya masjid, kecuali kuburan dan kamar mandi” (HR Ahmad no 11784, At-Thirmidzi no 317, Ibnu Majah 745 dan Ibnu Hibban dlm shahihnya no 1699)
Adapun makna ke tiga dari menjadikan kuburan sebagai masjid adalah membangun bangunan di atas kuburan untuk dijadikan tempat ibadah.
Dalil-dalil yang menunjukan akan hal ini adalah :
Pertama : Tegasnya larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membangun di atas kuburan, karena itu merupakan kebiasaan Nasoro
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيْهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُوْلَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya mereka itu (*nashaoro) jika ada seorang yang sholeh di antara mereka lalu orang sholeh tersebut meninggal maka mereka membangun di atas kuburannya masjid, lalu mereka menggambar gambar-gambar tersebut pada masjid tersebut, maka mereka adalah orang-orang yang terburuk di sisi Allah pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari no 427 dan Muslim no 528)
Kedua : Diantara hal yang menunjukan dilarangnya membangun di atas masjid yaitu larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari mengapuri kuburan.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ : نَهَى رَسُوْل اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk mengapuri (menyemen) kuburan dan melarang duduk di atas kuburan serta membangun di atas kuburan” (HR Muslim no 970)
Ketiga : Diantara hal yang menunjukan dilarangnya membangun di atas kuburan adalah perintah Rasulullah untuk meratakan kuburan yang tinggi.
عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِي قَالَ : قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ : أَلاَ أَبَعْثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ : أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaaj Al-Asadi berkata, “Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku : “Maukah aku mengutusmu di atas tugas yang Rasulullah mengutusku?, janganlah engkau membiarkan sebuah patungpun kecuali kau hilangkan dan tidak sebuah kuburan yang tinggi kecuali engkau ratakan” (HR Muslim 969)
Keempat : Diantara hal yang menunjukan larangan membangun di atas kuburan yaitu seluruh hadits-hadits yang melarang menjadikan kuburan sebagai masjid dan hadits-hadits yang melarang sholat di kuburan. Karena larangan membangun bangunan di atas masjid hanyalah larangan yang berkaitan dengan wasilah (sarana). Karenanya seluruh dalil yang melarang tujuan menunjukkan pula larangan akan wasilahnya. Wallahu A’lam
Dari penjelasan di atas jelas bahwasanya larangan menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup (1) larangan sholat di atas kuburan, (2) larangan sholat ke arah kuburan, dan (3) membangun bangunan di atas kuburan untuk dijadikan tempat sholat.
Arti menjadikan kuburan sebagai masjid menurut Habib Munzir
Habib Munzir berkata :
“Kesimpulannya larangan membuat mesjid di atas makam adalah menginjaknya dan menjadikannya terinjak-injak, ini hukumnya makruh, ada pendapat mengatakannya haram” (Meniti kesempurnaan iman hal 33)
Tentunya membatasi arti menjadikan kuburan sebagai masjid hanya pada makna menginjak-nginjak kuburan merupakan penafsiran yang keliru.
Untuk mendukung kesimpulannya ini Habib Munzir menukil perkataan 3 ulama, yaitu Imam As-Syafii, Ibnu Hajr, dan Al-Baidhowi rahimahullah.
Pada tulisan-tulisan yang lalu telah saya jelaskan bagaimana tidak amanahnya Habib Munzir dalam menukil perkataan Imam As-Syafii (silahkan lihat kembali : https://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/183) , juga tidak amanahnya beliau dalam menerjemahkan perkataan Ibnu Hajar, hanya demi mendukung keyakinannya ini. (lihat kembali https://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/184), maka pada kesempatan kali ini saya akan memperlihatkan kembali kepada para pembaca yang budiman bahwasanya ternyata Habib Munzir juga tidak amanah dalam menerjemahkan perkataan Al-Baidhowi.
SEKALI LAGI HABIB MUNZIR KELIRU DALAM TERJEMAH
Habib Munzir berkata :
“Berkata Imam Ibn Hajar : Berkata Imam Al Baidhawiy : ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para Nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung-patungnya, maka Rasul saw melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabaruuk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dengan merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yang dimaksud hadits itu” (Fathul Baari Al Masyhur Juz 1 hal 525)”
Demikian perkataan Habib Munzir dalam bukunya Meniti Kesempurnaan Iman hal 31.
Sekali lagi Habib Munzir kurang amanah dan merubah terjemahan perkataan Imam Al-Baidhowi rahimahullah. Berikut ini saya nukilkan teks asli dari kitab Fathul Baari. Ibnu Hajr berkata :
“Dan berkata Al-Baidhoowi : Tatkala orang-orang yahudi dan nasrani sujud kepada kuburan-kuburan para nabi untuk mengagungkan kedudukan mereka, dan mereka menjadikan kuburan tersebut sebagai kiblat mereka sholat ke arah kuburan-kuburan tersebut, dan mereka menjadikan kuburan-kuburan tersebut sebagai berhala-berhala maka Rasulullahpun melaknat mereka, dan melarang kaum muslimin dari perbuatan seperti ini.
Adapun orang yang menjadikan mesjid di dekat (kuburan) seorang yang sholeh dan bermaksud untuk mencari keberkahan dengan dekat dari orang sholeh tersebut, dan bukan untuk mengagungkannya dan juga bukan untuk mengarah kepadanya (tatkala sholat-pen) dan yang semisalnya maka tidak termasuk dalam ancaman (laknat-pen) tersebut” (Fathul Baari 1/525, sebagaimana juga dinukil oleh Habib Munzir dalam bukunya Meniti Kesempurnaan Iman hal 31)
Jika para pembaca jeli maka akan ada perbedaan terjemahan antara terjemahan Habib Munzir dan terjemahan saya. Habib Munzir merubah kata pengagungan dengan penyembahan
Habib Munzir menerjemahkan sbb : “…tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabaruuk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dengan merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yang dimaksud hadits itu”
Perhatikan perubahan terjemahan Habib Munzir ini sangat berakibat fatal…karena :
Pertama : Mengesankan seakan-akan Al-baidhowi berpendapat bahwa jika seseorang beribadah di dekat kuburan orang sholeh dalam rangka mengagungkannya namun tidak sampai pada derajat menyembahnya maka tidak mengapa.
Kedua : Mengesankan bahwasanya Al-Baidhowiy hanya mempermasalahkan jika seseorang merubah arah kiblat menjadi berkiblat ke kuburan. Akan tetapi jika sekedar sholat ke arah kuburan tanpa merubah arah kiblat maka tidak mengapa.
Dan perubahan terjemah ini tentunya sangat mendukung pendapat Habib Munzir bahwasanya yang dilarang hanyalah jika menginjak-nginjak kuburan. Adapun sholat ke arah kuburan maka tidak mengapa.
Padahal dalam perkataan Al-Baidhoowi beliau tidak mengatakan demikian, akan tetapi beliau mengatakan : “Adapun orang yang menjadikan mesjid di dekat (kuburan) seorang yang sholeh dan bermaksud untuk mencari keberkahan dengan dekat dari orang sholeh tersebut, dan bukan untuk mengagungkannya dan juga bukan untuk mengarah kepadanya (tatkala sholat-pen) dan yang semisalnya maka tidak termasuk dalam ancaman (laknat-pen) tersebut”
Maka menurut Al Baidhawi rahimahullah jika sampai timbul pengagungan kepada orang sholeh penghuni kubur atau sholat menghadap penghuni kubur maka tidak diperbolehkan….!!! (bersambung…)
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 01-11-1432 H / 29 September 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com